MENGENALKAN KONSEP ALJABAR SEJAK DINI
Dalam penjelasan ini, ada dua hal yang menjadi pertanyaan besar bagi seorang pendidik khususnya di bidang matematika. pertanyaan tersebut diberikan sebagai berikut.
1. Konsep Aljabar merupakan salah satu
konsep penting dalam matematika, bagaimana konesp tersebut mulai dikenalkan
hingga menjadi suatu skema dalam pikiran anak? Sejak kapan dan bagaimana proses
perkembangannya dalam benak anak?
Penjelelasan :
Perkembangan kemampuan kognitif pada diri anak
dapat dimaksimal mulai dari usia 0 tahun. Hal ini sangat sesuai dengan pendapat
Piaget yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif anak dapat dikelompokkan ke
dalam 4 periode utama yang berkorelasi dengan
pertambahan usianya:
1. Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
2. Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
3. Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
4. Periode operasional formal (usia 11 tahun
sampai dewasa).
Empat periode perkembangan tersebut berlangsung
secara kontinu dan berurutan selama masa kanak-kanak dengan tidak ada lompatan.
1. Tahap Sensorimotor (0 – 2
tahun)
Tahap
sensorimotor ini ada pada usia antara 0 – 2 tahun, mulai pada masa bayi ketika
ia menggunakan pengindraan dan aktivitas motorik dalam mengenal lingkungannya.
Pada masa ini biasanya bayi keberadaannya masih terikat kepada orang lain
bahkan tidak berdaya, akan tetapi alat-alat inderanya sudah dapat berfungsi.
Intelegensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi
stimulus sensorik. Sebgai salah satu contoh dalam tahapan ini, bayi merespon
stimulus dari seorang ibu bahwa mengacungkan jari 1 (jari telunjuk), merupakan
representasi dari membilang angka 1 sehingga stimulus tersebut direspon oleh
bayi untuk menirunya. Secara perlahan-lahan
melalui pengulangan dan pengalaman konsep obyek permanen lama-lama terbentuk
sekema yang akan selamanya dimiliki oleh diri anak.
2. Tahap Praoperasional (2 – 7
tahun)
Dikatakan
praoperasional karena pada tahap ini anak belum memahami pengertian operasional
yaitu proses interaksi suatu aktivitas mental, dimana prosesnya bisa kembali
pada titik awal berfikir secara logis. Sebagai contoh dalam tahapan ini,
seorang anak telah mengenal simbol bilangan namun masih belum bisa untuk
mengoprasikannya (menambah atau mengurangi).
3. Tahap Operasional Konkrit
(7 – 11 Tahun)
Periode operasional konkrit adalah antara
umur 7 – 11 tahun. Tingkat ini merupakan permulaan berpikir rasional. Ini
berarti, anak memiliki operasi-operasi logis yang dapat diterapkannya pada
masalah-masalah konkrit. Operasi-operasi pada periode ini terikat pada
pengalaman perorangan. Operasi-operasi itu konkrit, bukan operasi-operasi
formal. Anak belum dapat berurusan dengan materi abstrak, seperti hipotesis dan
proposisi-proposisi verbal. Sebagai contoh bila seorang guru memberikan
pertanyaan kepada anak, berapakah jumlah dari 3 apel dan 2 apel, maka secara
logis anak mampu mengoprasikannya dengan menemukan jawaban yang tepat yakni 5
apel. Contoh yang lain bila anak diberikan beberapa bola (benda konkrit)
berdeda ukuran maka pada diri anak sudah bisa mengurutkan dari yang bola
terbesar sampai pada yang terkecil.
4. Operasional Formal ( 11 –
16 tahun)
Pada tahap operasional formal anak tidak lagi
terbatas pada apa yang dilihat atau didengar ataupun pada masalah yang dekat,
tetapi sudah dapat membayangkan masalah dalam fikiran dan pengembangan
hipotesis secara logis. Sebagai contoh, jika A < B dan B < C, maka A <
C. Logika seperti ini tidak dapat dilakukan oleh anak pada tahap sebelumnya.
Perkembangan lain pada tahap ini ialah kemampuannya untuk berfikir secara
sistematis, dapat memikirkan kemungkinan-kemungkinan secara teratur atau
sistematis untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini anak dapat memprediksi
berbagai kemungkinan yang terjadi atas suatu peristiwa.
Berdasarkan dari uraian diatas dapat dijelaskan
hubungan pada beberapa tahapan perkembangan kognitif dengan konsep aljabar yang
ada dalam materi matematika. Menurut NTCM (2000), pengenalan aljabar dimulai
dengan menyortir, menggolongkan, membandingkan, menyusun benda-benda menurut
bentuk atau jumlah, sampai pada mengenal sebuah pola.
Jika diperhatikan pada bagian pernyataan NCTM
(2000) dapat ditarik sebuah korelasi bahwa konsep aljabar mulai dikenalkan pada
tahapan operasional konkrit tepatnya pada kisaran usia anak 7 sampai 11 tahun.
Awal dari pengenalan konsep aljabar dimulai dari anak berusia kira-kira 7
sampai 9 tahun, pada periode usia tersebut anak sudah mengenal bilangan dan
dapat mengoprasikan dua bilangan sebagai hasil operasi aritmatika. Secara bertahap
anak perlahan-lahan akan mengenal konsep penjumlahan dan pengurangan yang
kemudian akan mengenal konsep perkalian atau pembagian, sehingga proses
berfikir siswa bisa diarahkan untuk dapat berfikir secara relasional sebagai
upaya mencari solusi dari persoalan yang telah di dapatnya. Sebagai contoh,
diberikan sejumlah aperl dengan 4 apel berwana merah dan 3 aper berwarna hijau.
Kemudian coba minta siwa untuk mengelompokkan apel tersebut, maka secara tidak
langsung akan ada siswa yang mengelompokkannya sesuai dengan warna-warnanya
atau yang lain. Hal ini bukan masalah bagi anak. Pertanyaan guru selanjutnya
harus mengaitkan apa yang telah siswa ketahui. Misal jika anak disuruh untuk
menentukan nilai dari 4 × 3 maka tidak jarang dari sebagian mereka masih menggunakan
jari-jarinya untuk menjumlah 3 + 3 + 3 sehingga diperolah hasil 12. Proses ini
adalah proses alami yang telah dialami oleh anak, jika terus menerus diberikan
latihan, didimbing dengan benar oleh guru maka operasi perkalian atau pembagian
bukan lagi persoalan bagi anak. Kebiasaan ini akan membentuk sebuah sekema baru
pada proses berfikir anak, sehingga skema tersebut akan digunakan untuk
memecahkan masalah yang lebih kompleks pada persoalan berikutnya.
Tahapan
selanjutnya anak usia 9 sampai 11, dalam tahapan ini anak tidak lagi didominasi
dengan memberikan soal berapa kali berapa kemudian tentukan hasilnya? Tidak
demikian. Namun proses berfikir tersebut mulai dibalik, jika sebelumnya akan
dicari hasil dari operasi dua bilangan maka selanjutkan bagaimana prosesnya
jika hasilnya diketahui. Sebagai contoh, anak diminta untuk melengkapi 2 + ⋯ = 10 maka berapa bilangan yang tepat pada titik
tersebut?. Maka tidak semua siswa bisa langsung dengan cepat menjawabnya, butuh
proses berfikir relasional untuk menentukan hasil yang tepat dari soal tersebut. Dalam hal ini
anak akan memanfaatkan konsep penjumlahan yang telah dipelajari sebelumnya
untuk mencari solusinya. Soal 2 + ⋯ = 10
adalah sebuah konsep aljabar sederhana yang dapat di representasikan sebagai
2 + x = 10, kemudian tentukan nilai dari x. Soal yang demikian harusnya sudah
dikenalkan pada anak usia 9 sampai 11 tahun. Jika anak telah memahami cara
mencari jawaban yang tepat dari soal tersebut, guru wajib memberikan soal-soal
lain (tentang konsep perkalian atau pembagian) yang masih berkaitan dengan
konsep aljabar yang sederhana.
Selain hal tersebut pada tahapan ini siswa
sudah mulai dikenalkan untuk menggunakan simbol dalam memecahkan sebuah
masalah. Sebagai contoh, guru memberikan soal cerita berbasis kontekstual. Dimana
siswa diminta untuk menentukan sebuah luas atau leliling dari sebuah bangun
datar. Misalkan pada soal tersebut akan dicari luas dari sebidang tanah yang
berbentuk persegi panjang, maka siswa dapat menggunakan sebuah aturan L = p × l,
dengan L adalah simbol dari luas, P simbol dari panjang dan l adalah simbol
dari lebar. Penggunaan simbol tersebut sangat membantu siswa untuk memodelkan
masalah kontekstual kedalam model model matematika yang lebih sederhana dan
lebih mudah untuk dipahami. Dalam proses ini anak belum bisa mengalisis terlalu
dalam bila soal yang diberikan terlalu sulit untuk dipecahkan. Pada tahapan ini
juga skema dalam benak telah terbangun, bahwa menggunakan simbola dan
memodelkan masalah kedalam model matematika adalah cara efektif untuk menentukan
solusinya.
2. Bagaimana proses pemahaman anak terhadap
konsep alajabar? Sampai kapan anak anak sampai pemahaman formal?
Penjelasan :
Anak memami konsep aljabar sebagai peroses yang kontinyu dan
sitematis yang melibatkan proses berfikir relasional ataupun instrumental.
Dapat dikatakan juga, bahwa proses pemahaman tersebut memiliki efek domino.
Sebagai contoh bila anak telah tahu bahwa
4 + 2 = 6, maka untuk mengisi bagian titik pada 4 + ⋯ = 6,
maka sebenarnya atara pernyataan tersebut merupakan sebuah hubungan antara
operasi aritmatika pada 4 + 2 = 6 dengan operasi ajabar pada 4 + ⋯ = 6. Dalam hal ini anak telah mengaitkan pengetahuan tentang
operasi aritmatika dengan operasi aljabar, maka secara singkat anak akan mampu
menjawa bahwa solusi yang tepada adalah 2. Hal ini adalah contoh yang sederhana
dari proses pemahaman anak terhadap konsep aljabar.
Seorang anak akan sampai pada tahap
pemahaman formal, bila anak tersebut telah mampu berfikir secara logis,
sitematis serta mampu memodelkan masalah yang bersifat kontekstual menjadi
model matematika yang sederhana dengan melibatkan simbol-simbol didalamnya.
Dalam peroses mencari solusi dari permasalahan yang diberikan, anak akan
melakukan proses abstraksi dengan menggabungkan atau mengaitkan beberapa skema
yang ada dalam pikirannya. Anak juga dapat berfikir secara relasional yang
sistematis sehingga mampu menafsir langkah yang harus dilakukan selanjutnya.
Siswa juga mampu membuat dugaan dari jawaban soal yang diberikan karena dalam
hal ini struktur kognitif siswa telah dapat dengan mudah memodelkan masalah
tersebut kedalam model matematika yang lebih sederhana sehingga anak juga dapat
mendapatkan solusi yang tepat.
SURABAYA, 09 JANUARI 2016
Oleh : Noval Abdillah, S.Pd., Gr
Post a Comment